FRONT BIRO INVESTIGASI

SMPN 20 Satu Atap Merangin Diduga Lakukan Pungli: Siswa Wajib Bayar Komite & Seragam

Merangin – FBI.COM Praktik pungutan liar (pungli) kembali mencoreng dunia pendidikan di Kabupaten Merangin. Lembaga Swadaya Masyarakat Gebrakan Aktivis Independen (LSM-GAVEN) mengungkap temuan mengejutkan di SMP Negeri 20 Satu Atap Kabupaten Merangin. Sekolah ini diduga menerapkan pungutan ilegal kepada siswa dan orang tua secara sistematis, dengan dalih uang komite dan pembelian seragam sekolah.

Berdasarkan hasil investigasi, setiap siswa diwajibkan membayar uang komite sebesar Rp50.000 per bulan. Penarikan dilakukan melalui guru yang bertugas menagih kepada siswa, lalu siswa dipaksa meminta uang tersebut dari orang tuanya.

Salah seorang wali murid yang enggan disebut namanya mengaku keberatan dengan pungutan ini.

“Kami sudah terbebani biaya hidup sehari-hari, apalagi sekarang anak sekolah dipaksa bayar Rp50 ribu tiap bulan. Kalau telat bayar, anak kami sering ditagih ulang di kelas. Itu membuat anak jadi malu,” ungkapnya kepada FBI.COM.

Praktik ini menimbulkan tekanan psikologis bagi siswa, sekaligus memperburuk hubungan antara guru, murid, dan wali murid. Padahal, dana BOS yang dikucurkan pemerintah setiap tahun sudah dirancang untuk membiayai kebutuhan dasar operasional sekolah.

Tak hanya pungutan bulanan, temuan lain menunjukkan adanya kewajiban membayar seragam sekolah saat penerimaan peserta didik baru (PPDB). Besarannya bervariasi antara Rp350.000 hingga Rp500.000 per siswa.

Kebijakan ini dianggap memberatkan, apalagi banyak wali murid berasal dari keluarga menengah ke bawah. “Seharusnya seragam bisa dibeli bebas di pasaran sesuai kemampuan orang tua, bukan dipatok harga mahal dari sekolah,” keluh seorang orang tua siswa.

Ketua Umum LSM-GAVEN, Muhamad Aap, menegaskan bahwa pungutan uang komite dan seragam sekolah ini jelas tidak sah secara hukum.

“Komite sekolah hanya diperbolehkan menerima sumbangan sukarela, bukan pungutan wajib. Pungutan bulanan Rp50 ribu dan biaya seragam Rp350 ribu–Rp500 ribu jelas menyalahi aturan, melanggar Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016, dan bertentangan dengan prinsip pendidikan gratis,” tegasnya.

Selain itu, praktik pungli ini juga melanggar

  • UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang menegaskan pendidikan dasar wajib dilaksanakan gratis.
  • Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2016 tentang Saber Pungli, yang menyatakan setiap bentuk pungutan liar merupakan tindak pidana.
  • Pasal 368 KUHP tentang pemerasan, karena siswa dan orang tua dipaksa membayar di luar ketentuan resmi.

Menyikapi hal ini, LSM-GAVEN resmi melaporkan kasus dugaan pungli tersebut ke Kepolisian Daerah Jambi. Mereka meminta agar aparat segera melakukan penyelidikan, memanggil kepala sekolah, bendahara BOS, komite sekolah, dan guru yang terlibat dalam penagihan.

“Jika praktik ini dibiarkan, maka sekolah tidak lagi menjadi tempat mencerdaskan anak bangsa, melainkan berubah menjadi ladang pungutan liar. Aparat harus segera bertindak agar kasus serupa tidak menjalar ke sekolah lain,” tambah Muhamad Aap.

Kasus ini menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat. Alih-alih menjadi tempat belajar yang ramah, sekolah justru menambah beban orang tua dengan pungutan yang tidak sah. Tak sedikit siswa yang malu karena sering ditagih di kelas, bahkan ada yang menunggak hingga berbulan-bulan.

Praktik ini tidak hanya merusak kepercayaan publik terhadap dunia pendidikan, tetapi juga berpotensi memperlebar kesenjangan sosial. Anak-anak dari keluarga miskin semakin termarjinalkan, padahal pendidikan seharusnya menjadi jalan keluar dari kemiskinan.

Kasus dugaan pungli di SMPN 20 Satu Atap Kabupaten Merangin membuka mata publik bahwa masih banyak sekolah yang tidak transparan dalam pengelolaan keuangan. Meskipun dana BOS digelontorkan miliaran rupiah setiap tahun untuk pendidikan, wali murid tetap diperas melalui pungutan rutin dan biaya seragam.

Publik kini menunggu langkah tegas dari Kapolda Jambi untuk membongkar praktik pungli ini. Jika terbukti, pihak terkait harus diberi sanksi hukum maksimal agar menimbulkan efek jera dan menjadi pelajaran bagi sekolah lain di Merangin dan Provinsi Jambi.

Baik, saya susun redaksi Hak Jawab agar bisa dimasukkan ke dalam pemberitaan. Formatnya saya buat dengan gaya jurnalistik: ringkas, lugas, dan tetap memuat statemen Ketua Komite sebagaimana klarifikasi tertulis yang sudah dibuat.

Menanggapi konfirmasi yang disampikan mengenai dugaan pungutan di sekolah, Ketua Komite Sekolah memberikan klarifikasi resmi bahwa Ketua Komite menyatakan dirinya baru menjabat beberapa bulan terakhir sehingga belum memahami secara menyeluruh terkait mekanisme maupun keluar-masuk keuangan Komite.

“Untuk masalah pungutan tersebut saya tidak tahu dan belum paham. Saya menjadi Ketua Komite baru berjalan beberapa bulan, dan terkait keluar-masuknya uang Komite saya tidak tahu. Apalagi jika ada pungutan uang baju anak, saya juga tidak tahu,” ungkap Ketua Komite dalam klarifikasi tertulisnya.

Ketua Komite menegaskan bahwa hingga saat ini dirinya belum pernah menerima laporan resmi terkait pungutan sebagaimana yang dipersoalkan. Ia juga menyatakan bersedia memberikan penjelasan lebih lanjut apabila di kemudian hari terdapat informasi tambahan atau temuan resmi terkait persoalan tersebut.

Red.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama