Dalam laporan resmi bernomor 00328/LAP-LSM.GAVEN/VIII/2025, yang ditandatangani langsung oleh Ketua Umum LSM-GAVEN Muhamad Aap dan Ketua DPD Jambi Ahmad Tullah, organisasi ini akan menyampaikan bahwa dugaan penyimpangan tersebut ditemukan melalui serangkaian investigasi lapangan, wawancara masyarakat, pengamatan fisik bangunan, pengukuran volume pekerjaan, serta telaah dokumen APBDes.
Menurut hasil investigasi, terdapat pola dugaan penyimpangan yang berulang dan sistematis, meliputi pengurangan volume pekerjaan, penggunaan material yang tidak sesuai spesifikasi, serta indikasi mark-up harga barang dan jasa.
Tahun 2022
Pada tahun anggaran ini, proyek yang menonjol di antaranya adalah rehabilitasi posyandu/polindes senilai Rp7,6 juta dan Rp10,2 juta, serta pemeliharaan gedung kantor desa dengan anggaran mencapai Rp47,8 juta.
Namun, hasil investigasi lapangan menunjukkan bahwa pekerjaan yang ada cepat mengalami kerusakan berupa retakan dinding, plafon rapuh, serta finishing yang buruk. Sementara itu, pemeliharaan kantor desa lebih tampak seperti pengecatan ringan dan perbaikan minor, yang tidak sepadan dengan nilai hampir Rp48 juta.
Dokumen Rencana Anggaran Biaya (RAB) yang ditemukan juga minim spesifikasi teknis, nota pembelian tanpa merek dan ukuran, serta bukti foto progres yang tidak mampu menunjukkan volume pekerjaan secara akurat.
Tahun 2023
Paket pekerjaan besar pada tahun ini mencakup pemeliharaan jalan usaha tani sepanjang 2.500 meter (Rp40 juta), pemeliharaan jalan desa 30 meter (Rp20 juta), pembangunan sanitasi permukiman (Rp7 juta), serta rehabilitasi/pengadaan sarana posyandu 2 unit (Rp16 juta).
Namun, hasil investigasi menunjukkan bahwa jalan yang dibangun kembali rusak setelah hujan pertama, saluran sanitasi tidak berfungsi karena kemiringan tidak sesuai desain, dan posyandu yang baru selesai direhab juga mengalami kerusakan dini.
LSM-GAVEN menemukan bahwa tidak ada uji mutu teknis seperti slump test, kubus beton, atau uji kepadatan tanah, sehingga kualitas pekerjaan tidak dapat diverifikasi. Selain itu, harga bahan material yang tercantum dalam nota juga melebihi harga pasar, mengindikasikan adanya praktik mark-up.
Tahun 2024
Pada tahun anggaran terakhir yang diteliti, jumlah dana yang digelontorkan untuk proyek fisik lebih besar. Beberapa proyek utama meliputi peningkatan los pasar (Rp70,18 juta), peningkatan balai desa (Rp59,53 juta), dan penerangan jalan RT 04 (Rp40 juta).
Investigasi lapangan menemukan sejumlah kejanggalan: lantai los pasar retak dalam waktu kurang dari enam bulan, cat mengelupas, hingga atap bocor. Balai desa menunjukkan kerusakan plafon dan kelembaban dinding, sedangkan instalasi penerangan jalan sebagian lampu mati dan tiang berkarat.
Hal ini menunjukkan dugaan penggunaan material non-standar dan spesifikasi teknis yang diturunkan dari RAB. Nota toko yang ditemukan pun tidak mencantumkan merek, daya, atau garansi produk, sehingga memperbesar dugaan mark-up harga.
Pola Penyimpangan yang Berulang
Dari rangkaian temuan tersebut, LSM-GAVEN menyimpulkan adanya pola penyimpangan yang konsisten selama tiga tahun, antara lain:
1. Pengurangan volume pekerjaan seperti ketebalan lantai di bawah standar, panjang saluran tidak sesuai, hingga jumlah titik lampu lebih sedikit dari yang dibayarkan.
2. Penggunaan material di bawah spesifikasi, misalnya mutu beton rendah, kabel dengan penampang lebih kecil, serta plafon/atap dengan kualitas rendah.
3. Mark-up harga, melalui kerja sama dengan penyedia, pembelian barang dengan nota harga di atas pasar, serta penggunaan istilah “paket” tanpa rincian spesifikasi.
4. Dokumentasi lemah – Berita Acara Serah Terima (BAST) ditandatangani tanpa uji mutu dan tanpa foto ukur yang memadai.
Aspek Hukum
Dalam laporannya, LSM-GAVEN menyatakan bahwa temuan ini dapat dijerat dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, khususnya Pasal 2 dan Pasal 3, yang mengatur perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain dengan cara melawan hukum yang merugikan keuangan negara.
Selain itu, dugaan penyimpangan juga melanggar ketentuan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa, serta Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Langkah Lanjutan
Berkas laporan investigasi ini akan segera dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Merangin dengan tembusan kepada Bupati Merangin, Inspektorat Kabupaten, Kapolres Merangin, DPRD Merangin, Dinas PMD, serta rekan media.
LSM-GAVEN mendesak agar aparat penegak hukum segera melakukan audit teknis dan keuangan, memanggil pihak-pihak terkait dari pemerintah desa maupun penyedia barang/jasa, serta menindaklanjuti dugaan tindak pidana korupsi tersebut secara tegas.
“Laporan ini bukan semata soal kerugian negara, tetapi juga menyangkut hak masyarakat untuk mendapatkan pembangunan desa yang berkualitas. Kami berharap Kejaksaan Negeri Merangin serius menindaklanjuti kasus ini demi terciptanya tata kelola pemerintahan desa yang bersih, transparan, dan akuntabel,” tegas Ketua Umum LSM-GAVEN,
Muhamad Aap.
Red.
Tags:
merangin