FRONT BIRO INVESTIGASI

DPRD Musi Rawas Soroti CSR Tak Jelas, Revisi Perda 2019 Jadi Jalan Perubahan


Musi Rawas – Front Biro Investigasi
Ketidakjelasan pengelolaan dana Corporate Social Responsibility (CSR) di Kabupaten Musi Rawas kembali menuai sorotan tajam. DPRD Musi Rawas menilai bahwa dana CSR yang seharusnya menjadi instrumen pemerataan kesejahteraan masyarakat justru berjalan tanpa arah yang jelas dan nyaris tanpa pengawasan. 

Forum CSR yang selama ini digelar bahkan tidak pernah melibatkan DPRD sebagai lembaga legislatif yang memiliki fungsi pengawasan, sehingga pengelolaan dana CSR rawan dimanfaatkan tanpa transparansi dan tanpa keterikatan pada kepentingan publik.

Hasil penelusuran investigasi Front Biro Investigasi menemukan bahwa Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2019 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan (TJLSP) masih menyimpan banyak kelemahan mendasar. Regulasi tersebut tidak menjelaskan secara detail alokasi dana CSR per perusahaan, tidak memiliki forum pelaksana yang inklusif, dan belum menyediakan mekanisme evaluasi yang terukur. 

Lebih jauh lagi, CSR belum diintegrasikan dengan program ketenagakerjaan lokal, tidak selaras dengan regulasi terbaru, serta mengabaikan peran DPRD sebagai pengawas. Sanksi yang diatur pun sangat lemah, dan pengelolaan CSR nyaris tidak dikaitkan dengan arah pembangunan Musi Rawas sebagaimana tertuang dalam RPJMD.

Pasal-pasal krusial dalam perda tersebut juga menjadi titik lemah. Pasal 7 tidak menyebutkan besaran nominal maupun mekanisme penyaluran CSR, sementara Pasal 14 dan Pasal 15 gagal memberi ruang untuk transparansi dan pengawasan. 

Kondisi ini membuat perusahaan bebas menentukan bentuk CSR sesuai kepentingannya sendiri, tanpa acuan jelas yang mengikat. Seorang anggota DPRD dengan tegas menyebut bahwa selama ini CSR di Musi Rawas seolah berjalan sendiri, tanpa integrasi dengan pembangunan daerah dan tanpa memberikan manfaat nyata bagi masyarakat.

Menjawab situasi tersebut, DPRD Musi Rawas mengajukan Rancangan Peraturan Daerah Inisiatif untuk merevisi Perda Nomor 1 Tahun 2019. Upaya ini juga melibatkan Kejaksaan Negeri Musi Rawas dalam proses harmonisasi agar hasil revisi memiliki kekuatan hukum yang kuat sekaligus menutup celah penyalahgunaan. 

Ketua Fraksi DPRD menegaskan bahwa revisi perda ini dimaksudkan untuk memperjelas arah CSR, memperkuat sanksi, serta memastikan DPRD dilibatkan secara resmi dalam forum CSR agar fungsi pengawasan berjalan.

Namun, persoalan CSR di Musi Rawas tidak hanya berhenti pada tataran regulasi. Investigasi lapangan menemukan bahwa banyak warga yang tinggal di sekitar wilayah operasi perusahaan belum merasakan dampak program CSR. 

Kebanyakan program CSR hanya berupa bantuan sesaat seperti pembagian sembako atau acara seremonial tahunan, tanpa menyentuh kebutuhan mendasar masyarakat seperti perbaikan infrastruktur jalan, pembangunan fasilitas pendidikan, maupun layanan kesehatan yang layak. 

Tokoh masyarakat di Desa Muara Kelingi menuturkan bahwa warga membutuhkan program CSR yang menyentuh kebutuhan sehari-hari, bukan sekadar aktivitas simbolis yang cepat terlupakan.

DPRD menaruh harapan besar pada revisi perda ini. Mereka menginginkan agar dana CSR memiliki alokasi yang transparan dan diumumkan secara terbuka setiap tahun, terintegrasi dengan RPJMD Kabupaten Musi Rawas, serta memprioritaskan kepentingan masyarakat lokal. 

Lebih jauh lagi, DPRD mendorong adanya sanksi tegas bagi perusahaan yang tidak patuh, mulai dari sanksi administratif hingga pencabutan izin operasional. Langkah tersebut dipandang sebagai solusi agar CSR tidak lagi menjadi jargon kosong, melainkan benar-benar memberi manfaat nyata.

Fenomena kaburnya alokasi CSR bukan hanya terjadi di Musi Rawas, melainkan juga di berbagai daerah lain di Indonesia. Dana CSR kerap masuk ke ruang abu-abu antara kepentingan perusahaan dan pemerintah, dan tanpa regulasi yang kokoh serta pengawasan yang melembaga, dana ini berpotensi besar menjadi lahan penyalahgunaan. 

Front Biro Investigasi menilai bahwa revisi perda yang digagas DPRD Musi Rawas merupakan langkah positif, namun tantangan terbesarnya adalah implementasi. 

Regulasi yang baik hanya akan menjadi hiasan kertas jika tidak diikuti dengan keberanian untuk menegakkan aturan. Seorang pegiat LSM lokal bahkan menegaskan bahwa keberhasilan regulasi CSR bukan ditentukan oleh rumusan pasal semata, tetapi oleh konsistensi dalam pelaksanaannya di lapangan.

Isu CSR di Musi Rawas sesungguhnya menyangkut hak masyarakat untuk memperoleh manfaat dari keberadaan perusahaan di tanah mereka. Setiap rupiah yang dialokasikan melalui CSR seharusnya kembali pada rakyat dalam bentuk nyata, bukan hilang tanpa jejak di ruang administrasi yang penuh celah. 

Karena itu, Front Biro Investigasi akan terus mengawal proses revisi perda CSR di Musi Rawas, memastikan bahwa aspirasi masyarakat tidak hanya dijadikan formalitas, melainkan benar-benar menjadi pijakan dalam membangun daerah yang lebih adil dan sejahtera.

Red. 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama