Skandal Kepala SD Merangin: Narkoba, VCS, Korupsi, Kini Dugaan Pungli


Merangin - Skandal Kepala SD di Merangin Provinsi Jambi kian membusuk, dari dugaan skandal asusila, korupsi dana BOS, hingga pungli uang komite. Dan kini menyeruak menjadi salah satu skandal pendidikan paling mencolok dalam beberapa tahun terakhir.

Kepsek berinisial D itu, bukan hanya terseret dugaan penyalahgunaan narkoba dan skandal asusila berupa video call sex (VCS), D juga diduga kuat mengubah sekolah yang seharusnya menjadi benteng moral menjadi ladang bancakan anggaran.

Selain temuan dugaan rekayasa penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) sejak 2021 hingga 2024, terungkap pula praktik lain yang tak kalah mencengangkan, pungutan terhadap wali murid dengan kedok uang komite sukarela.

Informasi yang dihimpun menyebutkan, wali murid diminta menyetor sekitar Rp35 ribu per bulan selama lebih dari lima tahun terakhir. Jika dihitung kasar, praktik ini sudah berjalan setidaknya 60 bulan, dengan total setoran yang bisa mencapai ratusan juta rupiah.

Uang komite yang seharusnya bersifat sukarela disebut-sebut “disepakati” melalui rapat komite. Namun, sejatinya wali murid tidak pernah benar-benar merasa bebas untuk menolak. Tekanan moral, ditambah ancaman tersirat soal kelancaran pendidikan anak, membuat mereka memilih membayar. Dalih yang selalu digunakan adalah untuk peningkatan fasilitas sekolah dan kegiatan siswa.

Ironisnya, kondisi sekolah di bawah kepemimpinan D justru memprihatinkan. Fasilitas tetap minim, kegiatan ekstrakurikuler nyaris tak terlihat, dan bukti fisik hasil pemanfaatan dana, baik dari uang komite maupun BOS, hampir tidak ada.

Dari catatan anggaran, dana BOS yang digelontorkan untuk kegiatan pembelajaran dan ekstrakurikuler selama 2021-2024 mencapai Rp324 juta, sementara asesmen pembelajaran menelan sekitar Rp147 juta. Lonjakan mencurigakan terjadi pada 2022, ketika anggaran ekstrakurikuler naik dari Rp10 juta menjadi Rp164 juta. Tahun-tahun berikutnya tetap tinggi, meski sekolah justru semakin sepi kegiatan. Semua kegiatan diduga sebatas laporan administratif untuk menguras dana BOS.

Muhamad Aap, aktivis pendidikan dari LSM Gebrakan Aktivis Independen (GAVEN), menyebut pola ini sebagai dugaan korupsi terstruktur.

"Ketika uang komite ditarik secara rutin tanpa transparansi, bersamaan dengan dugaan penggelembungan dana BOS untuk kegiatan fiktif, ini jelas bukan sekadar kelalaian. Ini paket kejahatan pendidikan. Anak-anak dirampok masa depannya oleh orang yang seharusnya jadi teladan," tegasnya, Selasa (05/08/2025).

Kasus ini semakin mencoreng dunia pendidikan karena tumpang tindih dengan perilaku menyimpang kepala sekolah D, dugaan penggunaan narkoba dan aktivitas VCS.

"Ini bukan dua hal terpisah. Korupsi dan kemerosotan moral biasanya berjalan beriringan. Ketika integritas runtuh, uang pendidikan anak-anak pun jadi santapan empuk," lanjut Aap.

Jika terbukti, D bisa dijerat pasal berlapis, UU Tipikor, UU Narkotika, hingga UU ITE untuk perbuatan asusila melalui teknologi. Tak hanya itu, praktik pungli uang komite berpotensi menjeratnya dengan pasal penyalahgunaan wewenang dan pemerasan terselubung.

Skandal ini menjadi bukti lemahnya pengawasan pemerintah daerah terhadap sekolah, terutama terkait dana BOS dan pungutan ke wali murid. Publik kini menuntut audit menyeluruh laporan BOS 2021–2024 oleh tim independen, pengembalian dana komite jika terbukti dipungli, sanksi tegas bagi kepala sekolah D agar menjadi efek jera.

"Mencuri dari sekolah berarti mencuri masa depan bangsa. Jika kasus ini dibiarkan, pesan yang tersampaikan jelas, menjarah pendidikan itu mudah dan menguntungkan," tutup Aap.

(Red.)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama