Oleh : Fauzan Hakim,S.Ag
Musirawas-Revitalisasi sekolah adalah program pemerintah untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas infrastruktur fisik sekolah guna menciptakan lingkungan belajar yang aman, nyaman, dan bermutu terutama untuk daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, Terluar).
Pada tahun 2025, Revitalisasi sekolah merupakan salah satu Program Hasil Terbaik Cepat (PHTC) Presiden Prabowo Subianto, dan hingga kini terus dijalankan oleh Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) sebagai bentuk komitmen dalam menyediakan layanan pendidikan yang aman dan bermutu bagi siswa dan tenaga pendidik, yakni melalui Perbaikan gedung dengan sejumlah fasilitas lainnya.
Tujuannya adalah mengatasi kesenjangan pendidikan, meningkatkan kualitas pembelajaran dengan fasilitas yang lebih baik, dan mendorong partisipasi masyarakat melalui mekanisme swakelola untuk memperkuat rasa kepemilikan dan menggerakkan ekonomi lokal.
Program ini dijalankan dengan mekanisme swakelola, dimana dana disalurkan langsung ke rekening sekolah yang pengelolaannya melalui peran serta (partisipatif) masyarakat. Melalui mekanisme swakelola dari program ini pelaksanaannya dipimpin oleh kepala sekolah. Dalam hal ini kepala sekolah bertindak manejer sekaligus pihak yang paling bertanggungjawab atas pelaksanaan kegiatan tersebut.
Disamping itu proyek ini juga pelaksanaannya harus melibatkan peran serta masyarakat untuk menumbuhkan rasa tanggung jawab dan kepemilikan terhadap fasilitas pendidikan. Namun pada perkembangannya proyek ini sering mengalami sejumlah permasalahan dan kegagalan. Bahkan atas kegagalan tersebut tidak sedikit kepala sekolah atau tim pelaksana yang terlibat tersandung masalah hingga sampai pada perkara hukum.
Nah, untuk mengetahui akar masalah atau penyebab pelaksanaan kegiatan terhindar dari permasalahan atau penyimpangan, maka pada kesempatan ini izinkan saya mencoba menjawab sekaligus memberikan jawaban apa saja faktor yang mempengaruhi atau penyebab pengerjaan proyek sering bermasalah. Apakah karena faktor sistem hukum kita yang lemah, atau memang kultur budaya manusia Indonesia yang memang serakah. Hal mana membuat kita miris, tak heran disetiap ada kegiatan proyek pemerintah bisa dipastikan muncul permasalahan bahkan tidak sedikit para pelaku atau pejabat memegang anggaran bermasalah dan terjerat perkara hukum. Lebih jelasnya simak ulasan berikut.
Feodalisme Bisa Menjadi Pemicu
Secara umum feolalisme adalah sistem sosial yang didasari kekuasaan bukan prestasi atau kualifikasi.
Feodalisme bisa menyebabkan kegagalan sebuah proyek termasuk revitalisasi. Dalam sistem feodal, pemimpin sering diperlakukan seperti raja dengan kekuasaan yang tidak bisa ditentang, menyebabkan mereka bertindak sewenang-wenang dan mengabaikan kritik atau masukan dari bawahan.
Dalam konteks revitalissi, kepala sekolah secara hierarkis bertindak sebagai bawahan, di satu sisi ia adalah pimpinan kegiatan. Struktur feodal bisa membuat sang kepala sekolah stagnan dalam mengambil keputusan karena keputusan penting sering harus menunggu persetujuan dari level atas yang terbatas, hingga ide-ide baru cenderung diremehkan. Hal ini akan menghambat kerja sama kolektif, mengikis semangat gotong royong, mengikis motivasi bawahan, kendati berprestasi.
Itu berarti dampak feodalisme bisa menimbulkan loyalitas berlebihan bawahan terhadap atasan.
Loyalitas yang berlebihan terhadap atasan atau manut-manut pada atasan bisa menjadi penyebab kekacauan dalam rencana tim karena dapat menciptakan konflik kepentingan, mengorbankan integritas tim, dan membatasi komunikasi terbuka dan sehat.
Loyalitas seperti ini mendorong kepala sekolah atau bawahan selalu mengikuti arahan atasan tanpa mempertimbangkan dampak pada tujuan tim secara keseluruhan. Sehingga saran, ide alternatif anggota dibawahnya terabaikan yang kemudian menghambat pengambilan keputusan objektif dan menghancurkan kerja tim.
Ketika loyalitas terhadap atasan yang berlebihan, maka anggota tim dibawahnya tetap dalam keputusan yang salah tanpa adanya evaluasi atau arahan balik dari sang kepala sekolah.
"Lebih berbahaya lagi bila terdapat atasan yang manipulatif. Mereka bisa saja memanfaatkan loyalitas bawahan (Kepala sekolah) atau tim dengan memposisikan diri sebagai satu-satunya pihak yang layak dipercaya, sehingga membuat sang kepala sekolah bergantung dan kehilangan kemampuan untuk berpikir kritis."
Untuk mencegah masalah ini, penting untuk menjaga keseimbangan antara loyalitas dan nilai-nilai profesional. Caranya anggota tim tetap fokus pada tujuan utama yakni tim yang jelas, mendorong budaya komunikasi terbuka dan jujur. Lalu memastikan bahwa setiap keputusan harus didasari pada objektifitas dan kepentingan terbaik tim secara keseluruhan.
Paradoks pembangunan dapat menyebabkan kekacauan sistem revitalisasi
Secara umum yang menjadi pemicu kekacauan dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan adalah karena paradoks sistem pembangunan. Paradoks sistem pembangunan adalah kontradiksi antara tujuan mulia pembangunan misalnya, tujuan pembangunan yang seharunya menciptakan masyarakat yang adil dan setara. Namun pada implementasinya terdapat ketidaksetaraan antara elit pengurus yang diatas dengan bawahan atau pekerja dibawahnya. Sering kali terdapat antara tujuan pembangunan yang tidak relevan dengan implementasi dilapangan atau kita kenal dengan istilah paradoks sistem pembangunan.
Satu contoh, Pemerintah mengucurkan dana besar ke sekolah, pada saat yang sama pihak sekolah atau tim kerja dibawahnya tidak memiliki kemampuan atau keahlian dibidangnya. Sama halnya guru yang basisnya sebagai pendidik, namun diberikan pekerjaan yang pada prinsipnya bukan ahli dibidangnya alias belum memenuhi syarat kualifikasi atau tidak kompeten dibidangnya.
Dan harus dingat pula bahwa anggaran besar revitalisasi yang besar untuk sebuah sekolah tidak selalu berbanding lurus dengan peningkatan kualitas SDM, sehingga proyek revitalisasi yang berkualitas akan jauh dari harapan. Inilah yang terjadi disejumlah daerah. Sebuah contoh, berapa banyak pejabat (kepala sekolah) atau anggota tim yang terlibat bermasalah, hingga tersandung kasus hukum, termasuk perkara kasus pengelolaan dana Bantuan Operasional Sekolah (Dana BOS).
Sebuah hadis yang menyatakan, "Apabila suatu urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya," (HR.Bukhari dari Abu Hurairah).
Hadis ini adalah peringatan bahwa menyerahkan tugas atau urusan kepada orang yang tidak memiliki kompetensi atau keahlian dibidangnya adalah bentuk penyelewengan amanah yang akan membawa pada kerusakan dan kekacauan atau kegagalan sebuah rencana.
Untuk mencegah sistem feodalisme ini, dalam sistem pengelolaan revitalisasi, penting bagi pimpinan sekolah menjaga keseimbangan antara loyalitas dan nilai-nilai profesional, caranya anggota tim tetap fokus pada tujuan utama yakni tim yang jelas, mendorong budaya komunikasi terbuka dan jujur. Lalu memastikan bahwa setiap keputusan didasarkan pada objektifitas dan kepentingan terbaik tim secara keseluruhan.
Cara mencegah proyek terhindar dari kegagalan :
1. Pentingnya sistim kepemimpinan yang kuat
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian kepemimpinan adalah perihal pemimpin atau cara memimpin. Secara harfiah, kepemimpinan berasal dari kata dasar “pimpin” yang memiliki arti mengarahkan, membina, mengatur, menuntun, menunjukkan, bahkan memengaruhi.
Dari definisi tersebut fungsi pemimpin adalah fungsi menejerial. Itu berarti fungsi pimpinan untuk menginspirasi, mengarahkan, dan memfasilitasi tujuan bersama, bahkan mempengaruhi. Kegagalan dalam fungsi ini berujung pada kekacauan. Seperti kurangnya visi dan tujuan yang jelas, tidak mampu membuat keputusan yang tepat dan mengelola perubahan dan tidak dapat melakukan komunikasi yang baik, pasif bahkan terkesan abai dengan tim.
Dalam konteks proyek revitalisasi, kepala sekolah harus memiliki kemampuan untuk mempengaruhi dan menginspirasi orang lain untuk mencapai tujuan tertentu. Lebih dari sekadar memberikan instruksi, kepala sekolah harus mampu menggerakkan timnya dengan visi, nilai-nilai, dan arah yang jelas. Konsekwensinya, sebagai pimpinan, ia juga harus mampu mendengarkan, memotivasi, dan memberikan dukungan kepada anggota timnya. Karena itu penting kepemimpinan kepala sekolah yang kuat untuk menyukseskan tujuan proyek.
Kepala sekolah yang kuat, memiliki visi yang jelas dan strategi yang matang sehingga dapat memberikan kontribusi aktif dalam memastikan pelaksanaan tugas-tugas revitalisasi berjalan sesuai dengan standar dan spesifikasi dari perencanaan, pelaksanaan, hingga selesai. Keberhasilan revitalisasi sangat bergantung pada komitmen, kerja keras, dan kreativitas sang kepala sekolah termasuk dalam menghadapi tantangan.
Kepala sekolah yang tidak memiliki visi yang jelas dan strategi yang matang dalam memimpin proyek akan menyebabkan ketidakpahaman dan arah yang tidak pasti bagi tim kerja. Hal ini bisa menyebabkan kegagalan komunikasi, kurangnya visi yang jelas, dan strategi yang buruk, hingga ketidakmampuan mengatasi konflik. Akibatnya tim kerja tidak termotivasi kuat dan tidak memiliki arahan yang jelas dalam menyusun dan mengelola anggaran secara efisien, bahkan dapat mengarah pada pembengkakan biaya yang kemudian menyebabkan kegagalan.
2. Perkuat Fungsi pengawasan dan hindari konsultan yang bermasalah
Fungsi pengawasan proyek revitalisasi adalah untuk memastikan proyek berjalan sesuai rencana, anggaran, dan jadwal, serta menjaga kualitas hasil kerja, keselamatan, dan kepatuhan terhadap peraturan yang berlaku. Pengawasan meliputi inspeksi lapangan, pemeriksaan dokumen, pengendalian biaya dan waktu, memastikan kualitas material serta pelaksanaan, menjamin keselamatan kerja, dan membuat laporan kemajuan proyek.
Dalam fungsi pengawasan proyek revitalisasi sekolah, pihak yang terlibat mencakup Pemerintah Pusat (Kementerian Pendidikan), Satuan Pendidikan (Kepala Sekolah dan Panitia Pembangunan), Masyarakat (termasuk orang tua dan komite sekolah), serta Tenaga Ahli atau Konsultan yang ditunjuk untuk pengawasan teknis.
Dalam hal teknis tugas konsultan sangat penting dalam pembangunan karena mereka selain pengawasan mereka juga menyediakan keahlian teknis, manajemen, dan strategis untuk memastikan proyek berjalan efisien, sesuai anggaran, aman, dan memenuhi standar yang berlaku, mulai dari tahap perencanaan hingga pelaksanaan agar proyek tidak bermasalah.
Fungsi pengawasan teknis ini dapat dilakukan sacara berkala. Tujuannya untuk menghindari potensi terjadinya kesalahan pada konstruksi atau kesalahan pengerjaan proyek dapat dicegah sejak dini. Dalam hal ini kepala sekolah atau pengelola dapat melakukan perencanaan yang matang, mengetahui manajemen risiko yang terstruktur serta menjaga komunikasi efektif antar tim dan pemangku kepentingan, dan dapat memastikan penggunaan material berkualitas dan teknik konstruksi yang inovatif.
Untuk itu penting kehadiran konsultan yang kredibel, ahli dan indefenden. Namun dalam dunia konstruksi tidak tertutup kemungkinan terdapat konsultan bermasalah. Potensi konsultan bermasalah biasanya muncul karena memiliki hubungan dengan suatu institusi. Atau ada istilah konsultan "titipan" yang bisa muncul karena adanya konflik kepentingan. Hal ini tentu dapat merusak reputasi proyek seperti keterlambatan, pembengkakan biaya, dan penurunan kualitas, menyebabkan potensi terjadinya pelanggaran spesifikasi proyek. Karena itu pihak sekolah harus memiliki konsultan yang tidak terafiliasi dengan kekuasaan atau institusi agar terhindar permasalahan atau pelanggaran teknis.
Jadi, dengan pengawasan berkala serta dukungan atau bimbingan dari konsultan yang kredibel, maka setiap anggota tim dan pemangku kepentingan dapat memahami tujuan, perkembangan, dan isu-isu yang ada untuk mengambil keputusan terbaik bersama, serta manfaatkan keahlian tim dan libatkan mereka untuk mendapatkan beragam masukan dan dukungan yang lebih besar.
Kesimpulan Dan Saran
Dari uraian diatas kita jadi tahu bahwa ternyata permasalahan dan kegagalan proyek bisa disebabkan oleh sistem Feodalisme, paradoks Pembangunan, lemahnya Kepemimpinan sekolah serta minimnya fungsi pengawasan.
Cara untuk mengatasinya, kepala sekokah harus meperkuat sistem kepemimpinan selaku pimpinan proyek sekaligus penanggungjawab. Lalu tingkatkan fungsi pengawasan serta lawan sistem Feodalisme dengan cara memperkuat kerja tim. Hindari juga konsultan yang bermasalah serta libatkan peran serta masyarakat. Kemudian pastikan proyek dikerjakan berdasarkan petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan revitalisasi sekolah serta tetaplah pada prinsip profesionalitas, dan objektivitas dalam mengambil keputusan dan bertindak. *
* Penulis adalah lulusan 1999 Fakultas Ushuluddin UIN Raden Fatah Palembang
Disadur dari : Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2025. Perdirjen PAUD Dasmen Nomor M2400 C HK 03.01 2025 tahun 2025, Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2016 tentang Revitalisasi SMK. Dan analisis Teori kepemimpinan dan pendapat ahli.
Tags:
opini