Dibalik Maaf Kepsek D: Narkoba, VCS, dan Dana BOS yang Diduga Jadi Alat Maksiat


Merangin - Seorang Kepala Sekolah Dasar berinisial D di Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi, kini menjadi sorotan tajam publik setelah skandal asusila, dugaan penyalahgunaan narkotika dan dugaan penyelewengan dana BOS sebagai alat untuk memfasilitasi kegiatan menyimpangnya mencuat ke permukaan. Setelah diam cukup lama, oknum kepala sekolah ini akhirnya menyampaikan permintaan maaf. Namun, alih-alih meredakan gejolak, permintaan maaf itu justru memicu kecurigaan lebih luas, karena dianggap sebagai reaksi panik setelah kasusnya terbongkar.

Permintaan maaf dari D datang bukan karena kesadaran moral, melainkan diduga kuat sebagai bentuk pengakuan tidak langsung akan kebenaran tuduhan yang beredar. Sikap defensif yang muncul setelah kasusnya ramai diperbincangkan publik menimbulkan tanda tanya besar. Apakah selama ini kepala sekolah tersebut menyembunyikan banyak hal?

"Permintaan maaf itu tampak lebih seperti bentuk kepanikan karena kebusukan yang selama ini tersembunyi akhirnya tercium publik. Ini bukan sekadar pelanggaran pribadi, tapi bisa jadi puncak dari gunung es korupsi sistemik di sektor pendidikan," kata Ketua Umum LSM Gebrakan Aktivis Independen (Gaven), Muhamad Aap, Jum'at (01/08/2025).

Lebih dari sekadar isu moral, kasus ini menyeret aspek yang jauh lebih krusial, dugaan kuat penyalahgunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dari tahun 2021 hingga 2024. Data yang diperoleh dari laporan pertanggungjawaban dana BOS menunjukkan adanya pencairan anggaran dalam jumlah besar di berbagai pos, namun kondisi sekolah sama sekali tidak mencerminkan adanya kelayakan.

Sebagai contoh, honorarium guru dan staf melonjak dari lebih kurang Rp 29 juta per tahap pada 2021 menjadi lebih kurang Rp 81 juta pada 2023, sementara pemeliharaan sarana-prasarana tetap menyedot dana Rp 10–20 juta per tahap. Ironisnya, sekolah yang dipimpin D justru dalam kondisi memprihatinkan.

"Dari angka-angka itu saja sudah bisa dibaca, diduga ada rekayasa. Dana yang seharusnya digunakan untuk kebutuhan belajar diduga malah dialirkan ke hal-hal yang tidak semestinya," ujar Aap.

Dugaan bahwa dana BOS digunakan untuk mendanai penyimpangan pribadi D, termasuk penggunaan narkotika jenis sabu serta aktivitas video call sex (VCS). Hal ini menciptakan dugaan bahwa kepala sekolah tersebut telah menyalahgunakan jabatan dan kepercayaan masyarakat untuk memfasilitasi gaya hidup menyimpang.

"Jika benar dana negara dipakai untuk beli sabu dan aktivitas mesum daring, maka ini bukan hanya korupsi, tapi juga pelanggaran berat terhadap etika jabatan," tambah Aap.

Jika terbukti bersalah, D terancam dijerat dengan sejumlah undang-undang berat, antara lain UU Narkotika Nomor 35 Tahun 2009 atas dugaan kepemilikan dan penggunaan sabu, UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 atas aktivitas asusila melalui media elektronik, UU Tindak Pidana Korupsi Nomor 31 Tahun 1999 jo. Nomor 20 Tahun 2001 atas penyalahgunaan dana publik (BOS).

Dinas Pendidikan Kabupaten Merangin pun didesak bertindak cepat. Publik meminta kepala sekolah tersebut segera dinonaktifkan, sekaligus mendorong audit menyeluruh terhadap dana BOS di sekolah-sekolah lainnya di wilayah tersebut.

Skandal ini membuka tabir lemahnya sistem pengawasan dan akuntabilitas dana pendidikan di daerah. Jika dana BOS bisa begitu mudah diselewengkan tanpa kontrol, maka masa depan pendidikan di daerah tertinggal makin terancam. Hal ini menjadi tamparan keras bagi pemerintah, yang selama ini menggelontorkan triliunan rupiah untuk sektor pendidikan namun abai terhadap pengawasan lapangan.

"Kalau tak ditindak tegas, ini bisa jadi preseden buruk. Bayangkan, kepala sekolah bisa menyalahgunakan dana ratusan juta untuk sabu dan VCS tanpa terdeteksi," kata Aap geram.

Publik kini menuntut tiga hal utama, transparansi penuh atas laporan dana BOS setiap sekolah, penegakan hukum tegas tanpa tebang pilih dan reformasi sistem pengawasan dana pendidikan di daerah.

Kasus D bukan hanya tentang satu orang, tapi tentang sistem yang membiarkan dana pendidikan anak-anak diselewengkan demi nafsu pribadi. Kini bola panas ada di tangan aparat penegak hukum dan pemerintah daerah. Akan membiarkannya menguap atau menjadikannya momentum pembenahan menyeluruh?

(GPZ)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama