FRONT BIRO INVESTIGASI

Diduga Penuh Kejanggalan, Korban Kecewa Penghentian Penyelidikan di Polsek Muara Bulian secara sepihak


Muara Bulian, 12 Juli 2025 – Seorang warga bernama Rian Wahyu mengungkapkan kekecewaannya terhadap proses penanganan laporan di Polsek Muara Bulian yang diduga penuh kejanggalan dan tidak transparan. Ia menyebut bahwa laporan yang diajukannya dihentikan dua kali dengan alasan yang berbeda dan nomor surat yang sama, tanpa penjelasan yang memuaskan dari pihak kepolisian.

Menurut Rian, pada tanggal 3 Oktober 2024, Polsek Muara Bulian menggelar perkara dan menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penyelidikan Nomor: S.Tap / 04 / X / 2024 / Reskrim dengan alasan perkara diselesaikan secara kekeluargaan (perdamaian). Selanjutnya, pada 25 Oktober 2024, korban menerima Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) dengan alasan yang sama.

Namun, karena tidak ada tindak lanjut berupa gelar perkara khusus untuk Restorative Justice (RJ), korban mengirim surat permohonan kepada Kapolsek pada 6 November 2024. Jawaban dari Polsek pada 14 November 2024 justru menyebutkan bahwa laporan dihentikan karena “bukan merupakan peristiwa pidana”.

“Saya merasa heran. Surat jawaban dari Polsek justru bertentangan dengan SP2HP dan surat ketetapan sebelumnya yang menyebut perkara dihentikan karena perdamaian,” ujar Rian kepada awak media.

Merasa tidak mendapatkan kepastian hukum, Rian mengajukan pengaduan ke Kapolda Jambi pada 12 Desember 2024 terkait dugaan pelanggaran profesionalitas oleh oknum penyidik.

Pada 11 Februari 2025, ia dipanggil ke ruang Subbidpaminal Bidpropam Polda Jambi untuk klarifikasi. Selanjutnya, melalui SP2HP tertanggal 5 Maret 2025, disebutkan bahwa pengaduannya telah dilimpahkan ke Bagwassidik Ditreskrimum Polda Jambi untuk dilakukan asistensi lebih lanjut.

Kemudian pada 17 April 2025, korban diundang ke Polsek Muara Bulian untuk mendengarkan hasil Jukrah (petunjuk dan arahan) dari Bagwassidik. Dalam pertemuan tersebut, Kanit Reskrim menyampaikan bahwa laporan dihentikan karena dianggap bukan merupakan peristiwa pidana, berdasarkan hasil gelar perkara di Polda Jambi.

“Ketika saya tanya alasan kenapa bukan peristiwa pidana, Kanit hanya menjawab bahwa mereka hanya menyampaikan sesuai isi Jukrah, tidak ada penjelasan lain,” jelas Rian.

Yang lebih mengherankan, pada 7 Juli 2024, korban kembali menerima SP2HP dari Polsek Muara Bulian dengan alasan penghentian yang sama, namun kali ini disebutkan bahwa penghentian berdasarkan gelar perkara di Polres Batanghari pada 14 Oktober 2024 dan dikuatkan dengan Surat Ketetapan tertanggal 15 Oktober 2024, dengan nomor surat yang sama seperti yang diterbitkan pada 3 Oktober 2024.

“Ada dua surat ketetapan dengan tanggal dan alasan berbeda, tapi nomor suratnya sama. Ini jelas-jelas rekayasa,” tegas Rian.

Merasa proses penanganan laporannya seperti dipingpong, Rian mencoba melapor ke Propam Polres Batanghari. Namun, ia diarahkan ke Wassidik Polda Jambi, yang kemudian menyatakan bahwa kasus tersebut menjadi wewenang Polsek Muara Bulian.

“Saya merasa dipermainkan, seperti bola saja. Sudah jelas penyelidik tidak sesuai SOP, tapi tetap dilindungi. Beginilah jadinya kalau masyarakat kecil mencari keadilan,” ucap Rian dengan nada kecewa.

Kasus ini menjadi sorotan dan menunjukkan pentingnya transparansi serta akuntabilitas dalam proses penanganan hukum oleh aparat kepolisian, khususnya dalam menerapkan prinsip restorative justice dan penghentian perkara.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama