Merangin - Kasus dugaan penyalahgunaan narkotika dan aktivitas video call sex (VCS) yang menyeret seorang Kepala Sekolah Dasar di Kabupaten Merangin Provinsi Jambi berinisial D, kini berkembang ke arah yang lebih serius. Publik mulai mempertanyakan bukan hanya moralitas oknum tersebut, tetapi juga dugaan korupsi dalam pengelolaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) selama empat tahun terakhir dari tahun 2021 hingga 2024.
Dugaan kuat muncul bahwa dana BOS yang semestinya digunakan untuk menunjang kegiatan belajar-mengajar, justru telah “dibajak” untuk memfasilitasi gaya hidup menyimpang oknum kepala sekolah tersebut.
Laporan dana BOS dalam kurun waktu 2021-2024 menunjukkan angka yang tidak kecil. Pos-pos anggaran seperti honor, pemeliharaan sarana/prasarana, administrasi, pengembangan profesi guru, hingga langganan daya & jasa menyedot dana puluhan juta setiap tahap. Totalnya mencapai ratusan juta rupiah per tahun.
Namun kondisi fisik sekolah berkata lain. Bangunan tampak tak terawat, fasilitas belajar jauh dari layak, dan ruang kelas tidak mendukung kenyamanan belajar siswa. Dengan anggaran sebesar itu, tidak ada alasan yang masuk akal mengapa sekolah dibiarkan dalam kondisi demikian.
Dalam perkembangan penyelidikan, publik mencurigai bahwa sebagian besar dana BOS tidak benar-benar digunakan untuk kebutuhan sekolah, melainkan untuk membiayai aktivitas menyimpang kepala sekolah. Dugaan penggunaan narkotika jenis sabu dan aktivitas VCS yang dilakukan, memperkuat kecurigaan bahwa dana publik digunakan untuk hal-hal yang melanggar hukum dan norma sosial.
Data menunjukkan honorarium yang dicairkan setiap tahap meningkat tajam dari tahun ke tahun, Tahun 2021 sekitar Rp 29 juta per tahap, Tahun 2022–2023 naik menjadi Rp 39 juta hingga Rp 81 juta, Tahun 2024 tetap dalam kisaran puluhan juta.
Begitu pula dengan pos pemeliharaan sarana dan prasarana, yang berkisar antara Rp 10 juta hingga Rp 20 juta per tahap. Sayangnya, pemeliharaan ini tidak tercermin dalam kondisi nyata di lapangan. Seluruh angka ini menimbulkan dugaan bahwa penyaluran dana telah direkayasa agar tampak sah, padahal ujung-ujungnya digunakan untuk hal pribadi.
Aktivis pendidikan dan antikorupsi dari LSM Gebrakan Aktivis Independen (Gaven), Muhamad Aap, mendesak pemerintah daerah dan aparat hukum untuk melakukan audit menyeluruh terhadap penggunaan dana BOS dari tahun 2021 hingga 2024. Selain itu, ia meminta dinas pendidikan segera menonaktifkan kepala sekolah yang bersangkutan dan membuka akses publik terhadap laporan pertanggungjawaban dana BOS.
“Ini bukan hanya pelanggaran moral, tapi berpotensi menjadi tindak pidana korupsi. Dana negara yang seharusnya membangun sekolah malah jadi bahan bakar bagi penyimpangan pribadi,” ujar Aap, Kamis (31/07/2025).
Jika terbukti, kepala sekolah D berpotensi dijerat dengan beberapa undang-undang serius, yakni UU Narkotika Nomor 35 Tahun 2009 atas dugaan penggunaan dan kepemilikan narkoba, UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 atas aktivitas asusila melalui media elektronik, UU Tindak Pidana Korupsi Nomor 31 Tahun 1999 jo. Nomor 20 Tahun 2001 atas penyalahgunaan dana BOS
Kasus ini menjadi sinyal kuat bahwa pengawasan dana BOS di daerah masih sangat lemah. Jika dana pendidikan yang begitu vital disalahgunakan untuk kepentingan pribadi dan bahkan kegiatan ilegal, maka nasib pendidikan anak-anak di desa dan daerah tertinggal akan semakin suram. Kini publik menuntut transparansi penuh atas laporan keuangan BOS sekolah, penegakan hukum yang adil dan tidak tebang pilih dan komitmen pembenahan sistem pengawasan dana pendidikan.
Jika tidak ditindak tegas, kasus ini bisa menjadi preseden buruk, bahwa mencuri dari anggaran pendidikan bukan hanya mungkin, tapi juga menguntungkan.
(Red.)