Kota Bengkulu – Eksekusi lahan yang masih dalam proses sengketa di Kelurahan Pagar Dewa, Kota Bengkulu, berujung petaka. PAUD Al-Amin, lembaga pendidikan anak usia dini yang berdiri di atas lahan tersebut, diratakan dengan alat berat, sementara rumah milik warga yang juga pemilik PAUD — yang berada dalam satu lokasi — diduga kuat dibakar oleh oknum saat eksekusi berlangsung.
Ironisnya, pelaksanaan eksekusi tetap dilakukan meskipun gugatan perlawanan (verzet) secara resmi masih berlangsung di Pengadilan Negeri Bengkulu, tercatat dalam perkara Nomor: 46/Pdt.Bth/2025/PN Bgl.
Kuasa hukum PAUD Al-Amin, Rizki Dini Hasanah, S.H., menyesalkan keras tindakan eksekusi yang dinilainya terburu-buru dan cacat hukum. “Kami masih menempuh jalur hukum secara sah. Tanah itu belum inkrah, tapi malah dilakukan eksekusi paksa,” tegasnya.
Rizki menambahkan, tindakan tersebut tidak hanya menggusur bangunan PAUD yang digunakan untuk mendidik puluhan anak, tetapi juga membakar rumah pemilik PAUD yang berdiri di lokasi yang sama.
“Rumah itu milik warga yang juga mengelola PAUD. Tidak ada surat perintah pembakaran. Kalau itu benar dilakukan oleh oknum dari rombongan eksekusi, maka ini sudah masuk ranah pidana,” tambahnya.
Proses eksekusi itu dikawal aparat keamanan, yang menurut kuasa hukum, justru menimbulkan pertanyaan etis dan hukum. “Aparat seharusnya menjaga hukum, bukan melindungi tindakan yang bisa dikategorikan sebagai pelanggaran hak,” katanya.
Dari pantauan warga, PAUD yang selama ini menjadi tumpuan pendidikan anak-anak di kawasan tersebut, kini hanya menyisakan puing. Anak-anak kehilangan ruang belajar, dan pemilik PAUD kehilangan tempat tinggal dalam satu hari.
“Saya tidak tahu harus bilang apa ke anak saya. Dia tanya kenapa sekolahnya hancur dan rumah ibu gurunya terbakar. Saya cuma bisa bilang sabar,” ujar seorang ibu siswa sambil menahan tangis.
Tim kuasa hukum kini melanjutkan langkah hukum ke tingkat nasional. Laporan telah dilayangkan ke Mabes Polri, dan permintaan peninjauan etik akan dikirimkan ke Komisi Yudisial dan Badan Pengawas Mahkamah Agung.
“Kami minta negara hadir. Ini bukan hanya sengketa tanah, ini sudah menyangkut keadilan sosial, pendidikan anak-anak, dan hak hidup warga yang diabaikan,” pungkas Rizki
Red.