Lubuklinggau – Sejumlah jurnalis yang menjalin kerja sama publikasi dengan Sekretariat DPRD Kota Lubuklinggau mengaku kecewa. Kekecewaan ini dipicu oleh belum dibayarkannya tagihan publikasi media mereka, sementara beberapa media lain telah menerima pembayaran.
Diduga, ketidaktransparanan dalam proses pembayaran menjadi pemicu utama munculnya ketidakpuasan ini. Para jurnalis menilai proses pembayaran tidak dilakukan secara merata dan tidak disertai penjelasan yang jelas dari pihak pengelola.
Hal ini diungkapkan oleh salah satu jurnalis, Muhammad Aap, pada Senin (26/05/2025). Menurutnya, ia bersama rekan-rekan wartawan lain kecewa karena tagihan publikasi mereka belum dibayarkan, sementara media lain yang juga bekerja sama telah menerima pembayaran lebih dulu.
“Kami mendapatkan informasi dari Panitia Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), Desi, bahwa berkas permohonan kami tidak sesuai tanggal yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, pembayaran harus menunggu anggaran pergeseran,” ujar Aap.
Lebih lanjut Aap menjelaskan bahwa menurut keterangan Desi, pembayaran hanya dapat dilakukan secara perseorangan, bukan secara kolektif atau melalui kelompok. Hal ini membuat para jurnalis bingung.
“Waktu pengajuan berkas, kami lakukan secara kolektif untuk efisiensi. Tapi dari penjelasan PPTK, pembayaran harus dilakukan per individu. Sampai sekarang kami tidak paham alasan atau dasar dari kebijakan itu,” katanya.
Atas dasar tersebut, Aap dan rekan-rekannya meminta penjelasan resmi terkait mekanisme pembayaran. Mereka ingin mengetahui apakah prosedur yang diterapkan telah sesuai aturan atau justru menyimpang.
“Kalau memang prosedurnya sesuai, kami akan patuh. Tapi kalau tidak, masa kami harus diam saja?” tegasnya.
Ia juga mempertanyakan transparansi anggaran publikasi di lingkungan DPRD Kota Lubuklinggau, termasuk besaran anggaran dan jumlah dana yang telah disalurkan.
“Perlu diingat, dana publikasi ini berasal dari uang rakyat. Maka sudah semestinya dialokasikan secara transparan dan adil,” tandasnya.
Aap menilai, pernyataan PPTK Sekretariat DPRD Kota Lubuklinggau berpotensi melanggar peraturan, khususnya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP), khususnya Pasal 11 yang mewajibkan badan publik menyediakan informasi kepada masyarakat.
“Jika dana publik tidak didistribusikan secara transparan, itu jelas bertentangan dengan prinsip keterbukaan informasi,” ungkapnya.
Aap pun berharap agar pengelolaan anggaran publikasi ke depan dilakukan secara lebih terbuka dan adil. Jika tidak ada kejelasan, ia bersama rekan-rekannya mengancam akan menggelar aksi damai guna menuntut pertanggungjawaban.
Sementara itu, PPTK Sekretariat DPRD Kota Lubuklinggau, Desi, memberikan keterangan melalui pesan WhatsApp pada Senin (26/05/2025). Ia menjelaskan bahwa pengajuan berkas secara kolektif untuk saat ini belum dapat diproses karena harus menunggu anggaran perubahan.
“Kalau melalui grup belum bisa, kita tunggu anggaran ABT atau pergeseran dulu,” tulisnya.
Desi juga menambahkan bahwa berkas permohonan dari kelompok jurnalis yang diwakili Aap tidak dapat diproses karena telah melewati batas waktu yang ditentukan.
“Berkas dari grup yang dibawa Aap dimasukkan tanggal 14 April 2025, dan itu sudah lewat dari batas waktu pengajuan,” jelasnya, tanpa menyebutkan secara pasti batas waktu yang dimaksud.
Tags:
Lubuklinggau