FRONT BIRO INVESTIGASI

Muratara 12 Tahun: Dari Perjuangan Pemekaran hingga Konsolidasi Politik Pembangunan


MURATARA – Dua belas tahun bukanlah usia yang panjang bagi sebuah kabupaten. Namun, bagi Musi Rawas Utara (Muratara), dua belas tahun adalah perjalanan penuh dinamika, sekaligus ujian nyata apakah cita-cita pemekaran daerah benar-benar menjawab kebutuhan rakyat.

Peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-12 Kabupaten Muratara pada 23 Juni 2025 menjadi momentum penting untuk menakar sejauh mana janji pemekaran itu terealisasi. Bukan sekadar perayaan, melainkan ruang refleksi, konsolidasi, sekaligus pengingat bahwa perjuangan belum selesai.

Rapat Paripurna Istimewa DPRD Muratara yang digelar di Gedung Griya Iluk menghadirkan seluruh unsur penting pemerintahan: Gubernur Sumatera Selatan H. Herman Deru, Bupati Muratara H. Devi Suhartoni, Ketua DPRD Devi Arianto, jajaran Forkopimda, hingga tokoh masyarakat.

Secara lahiriah, paripurna itu adalah seremoni ulang tahun. Namun, di balik itu, ia adalah forum politik pembangunan—tempat bertemunya kepentingan legislatif, eksekutif, dan provinsi dalam satu panggung kebersamaan.

Ketua DPRD Devi Arianto menegaskan bahwa usia ke-12 adalah fase evaluasi: mengukur capaian, menimbang kekurangan, dan merumuskan arah ke depan. Bupati Devi Suhartoni pun menekankan fokus pada tiga prioritas: infrastruktur dasar, pelayanan publik, dan pemberdayaan ekonomi rakyat.

Kehadiran Gubernur Herman Deru memberi legitimasi sekaligus dukungan politik penting. Ia menegaskan bahwa Muratara sudah pantas disebut wajah baru Sumsel Utara.

“Jangan ukur dari lamanya berdiri, tapi dari cepatnya bergerak. Muratara sudah membuktikan itu,” tegasnya.

Pernyataan ini bukan basa-basi, sebab Pemprov telah mengucurkan berbagai bantuan, mulai dari infrastruktur jalan, jembatan strategis, hingga penerangan jalan umum. Dukungan provinsi menjadi bukti bahwa Muratara memang diposisikan sebagai kawasan strategis di utara Sumatera Selatan.

Gedung Griya Iluk, tempat paripurna digelar, tak hanya representatif secara fisik. Ia menjadi simbol kematangan politik dan tata kelola pemerintahan Muratara. Arsitektur terbuka yang modern seakan mewakili harapan akan birokrasi yang transparan, partisipatif, dan melayani.

Bagi Sekretariat DPRD Muratara, keberhasilan menyelenggarakan paripurna ini juga mencerminkan profesionalitas dan kapasitas kelembagaan. Hal ini penting, mengingat DPRD bukan hanya lembaga legislasi, tetapi juga mitra kritis pemerintah daerah.

Meski geliat pembangunan mulai terasa, Muratara masih menghadapi pekerjaan rumah besar. Infrastruktur jalan dan jembatan memang mulai terkoneksi, namun pemerataan belum sepenuhnya terwujud.

Lebih dari itu, masyarakat kini menuntut percepatan pembangunan sumber daya manusia (SDM). Pendidikan, kesehatan, digitalisasi pelayanan publik, hingga penguatan sektor pertanian dan UMKM menjadi isu yang terus disuarakan.

Tokoh pemuda Desa Lawang Agung mengingatkan: “Kami ingin Muratara bukan hanya membangun gedung, tapi juga membangun manusia. Itu yang paling penting.”

Dua belas tahun Muratara adalah cermin perjalanan daerah otonomi baru. Ada capaian, ada pula kekurangan. Namun, yang paling krusial adalah bagaimana konsolidasi politik antara DPRD, Bupati, dan dukungan provinsi bisa berbuah kebijakan yang nyata bagi rakyat.

Peringatan HUT ke-12 ini seakan memberi pesan tegas: pemekaran bukan sekadar menambah wilayah administratif, tetapi tanggung jawab besar untuk menghadirkan keadilan pembangunan.

Kini, pertanyaan yang tersisa bukan lagi “apa yang sudah dicapai,” tetapi “seberapa jauh Muratara mampu berlari bersama rakyatnya.”

Redaksi.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama