Diduga Ada Permainan Distribusi Elpiji di Merangin, Pangkalan dan Agen Saling Lempar Tanggung Jawab


Merangin – Praktik penyimpangan distribusi elpiji bersubsidi di Kabupaten Merangin mencuat. Dugaan pelanggaran melibatkan pemilik mobil L300 bernomor polisi BH 8827 FQ, yang diketahui merupakan pengecer resmi Pangkalan Akbar di Desa Sungai Lalang sekaligus agen resmi PT Putra Siarang.

Mobil tersebut tertangkap mengangkut 250 tabung gas elpiji 3 kilogram, namun hasil penelusuran menunjukkan bahwa gas-gas tersebut tidak berasal dari agen resmi tempatnya terdaftar, melainkan dibeli dari Pangkalan Ganda di Desa Pauh Jangkat.

Menurut informasi lapangan, transaksi itu terjadi dengan harga Rp230 ribu per tabung, dan pengambilan dilakukan di pool atau depot PT Darga Cahya Mukti di Bangko, setelah adanya kesepakatan dengan Pangkalan Ganda di Danau Pauh.

Ketika dikonfirmasi, pemilik Pangkalan Ganda membantah tudingan telah memperjualbelikan kuota gas kepada pangkalan lain.

“PT Darga selaku agen tidak pernah menghantarkan kuota gas LPG 3 kg ke pangkalan kami dengan titik koordinat di Kecamatan Jangkat. Dan kami tidak pernah menjual kuota ke pangkalan lain” ujar pemilik pangkalan tersebut, Kamis (2/10/2025).

Tak berhenti di situ, tim media mencoba mengonfirmasi langsung kepada pihak PT Darga Cahya Mukti selaku agen resmi distribusi LPG di wilayah Merangin.

“Benar, Pangkalan Ganda itu pangkalan resmi kami,” ujar perwakilan PT Darga saat dikonfirmasi.

“Tapi kami tidak tahu-menahu soal dugaan penjualan kuota itu. Setelah kami selidiki langsung, pangkalan tersebut tidak pernah menjual kuota ke pihak lain. Meski begitu, kami tetap menjatuhkan SP (surat peringatan) dan sanksi administratif kepada yang bersangkutan agar ada efek jera,” lanjutnya.

Lebih lanjut, pihak agen PT Darga mengakui bahwa pengiriman ke Pangkalan Ganda di Kecamatan Jangkat memang jarang dilakukan dalam beberapa waktu terakhir.

“Benar, dulu pernah kami antar. Tapi karena kendala transportasi dan keterbatasan armada, kami minta pangkalan menjemput sendiri ke pool kami,” jelas sumber dari PT Darga.

“Kalau kami antar ke Jangkat, kasihan yang lain. Mobil kami tak bisa ‘nge-plan DO’ (Delivery Order) untuk pangkalan lain keesokan harinya,” tambahnya.

Meski alasan ini terdengar masuk akal dari sisi operasional, praktik pangkalan mengambil sendiri gas dari pool agen tanpa pengawasan langsung justru membuka peluang besar terjadinya penyimpangan distribusi. Di sinilah celah “permainan jalur” kerap muncul, kuota gas bersubsidi berpindah tangan tanpa kontrol ketat dari pihak berwenang.

Kasus ini menambah daftar panjang dugaan penyimpangan distribusi gas elpiji 3 kilogram di Merangin. Masyarakat kecil menjadi korban utama, karena permainan di jalur distribusi ini sering berujung pada kelangkaan dan kenaikan harga di tingkat pengecer.

Kuota elpiji bersubsidi yang seharusnya disalurkan langsung dari agen ke pangkalan resmi malah berputar di tangan oknum yang memperjualbelikan kuota seenaknya.

Jika dugaan ini terbukti, oknum pelaku berpotensi dijerat sanksi berat, mulai dari pencabutan izin usaha hingga proses hukum sesuai Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Peraturan Menteri ESDM tentang Distribusi LPG Bersubsidi.

Publik berharap Pertamina dan aparat penegak hukum segera turun tangan menelusuri alur distribusi elpiji di wilayah ini. Jangan sampai gas bersubsidi, yang sejatinya diperuntukkan bagi masyarakat miskin, malah menjadi ladang keuntungan bagi segelintir oknum.

Kalau distribusinya saja sudah ‘main mata’, mau sampai kapan rakyat kecil harus antre gas?

Kasus ini menjadi sinyal keras bagi seluruh pihak terkait, distribusi elpiji bersubsidi bukan sekadar urusan bisnis, tapi soal hajat hidup orang banyak.

(Red.)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama