Merangin, FrontBiroInvestigasi.com - Kasus dugaan penyimpangan dalam proyek revitalisasi gedung SMP Negeri 61 Merangin senilai sekitar lebih kurang Rp 3,8 miliar kini memasuki babak baru. Setelah pihak Ketua Komite sekolah bungkam dan tidak memberikan klarifikasi atas konfirmasi yang disampaikan, kini Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Gebrakan Aktivis Independen (Gaven) menyatakan siap melaporkan kasus tersebut ke aparat penegak hukum (APH).
Ketua DPD LSM Gaven Jambi, Ahmadtullah, menegaskan bahwa pihaknya telah mengantongi data, dokumentasi lapangan, serta salinan informasi dari media yang membuktikan adanya indikasi kuat pelanggaran aturan dan potensi kerugian negara dalam proyek yang diduga bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik Bidang Pendidikan Tahun Anggaran 2025 tersebut.
“Kami akan segera melaporkan kasus ini ke aparat penegak hukum. Kami menilai ada unsur penyalahgunaan wewenang dan konflik kepentingan yang jelas. Tidak boleh seorang Ketua Komite Sekolah ikut menjadi pemborong atau pemasok material proyek. Itu pelanggaran hukum yang nyata,” tegasnya Ahmad sapaannya, Kamis (30/10/2025).
Dari hasil penelusuran di lapangan, proyek yang semestinya bertujuan memperbaiki fasilitas pendidikan justru menyisakan banyak kejanggalan. Antara lain, tiang bangunan tanpa batu split, semen mudah terkelupas hanya dengan tangan kosong, serta besi berdiameter kecil yang diduga tidak sesuai Rencana Anggaran Pelaksanaan (RAP).
Selain itu, fakta bahwa Ketua Komite sekolah diduga ikut mengatur dan memasok material proyek memperkuat dugaan adanya pelanggaran terhadap Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah, yang secara tegas melarang komite menjadi pelaksana proyek di sekolah.
Lebih jauh, perbuatan itu juga berpotensi melanggar Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, di mana setiap pelaku pengadaan dilarang memiliki konflik kepentingan dengan pihak pengelola kegiatan.
Apabila dari hasil pemeriksaan terbukti ada unsur pengurangan volume pekerjaan, mark-up harga, atau manipulasi kualitas, maka tindakan tersebut dapat dijerat dengan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang mengancam pelaku dengan pidana penjara maksimal 20 tahun dan denda hingga Rp1 miliar.
Ahmadtullah menegaskan, kasus ini bukan hanya soal penyalahgunaan dana publik, tetapi juga soal keselamatan anak-anak sekolah yang akan menempati bangunan tersebut.
“Kalau tiang tanpa batu split, semen rapuh, dan besi kecil, itu bukan sekadar pelanggaran administrasi, tapi ancaman nyata bagi nyawa anak-anak kita. Bangunan yang dibuat dengan uang negara harus kuat, aman, dan bermutu,” ujarnya tegas.
Ia menambahkan, LSM Gaven akan melaporkan kasus ini ke APH dalam waktu dekat serta mendesak Inspektorat Daerah dan Dinas Pendidikan untuk segera melakukan audit fisik dan administrasi proyek.
LSM Gaven juga mengingatkan bahwa sikap bungkam dari pihak yang diduga terlibat tidak menghapus tanggung jawab hukum. Justru, diamnya pihak terduga memperkuat dugaan adanya pelanggaran serius.
“Bungkam bukan berarti bersih. Kami akan kawal kasus ini sampai tuntas. Jika terbukti ada unsur korupsi, maka siapa pun yang terlibat harus bertanggung jawab di depan hukum,” tegasnya.
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada pernyataan resmi dari pihak sekolah maupun Dinas Pendidikan Kabupaten Merangin. Redaksi akan terus memantau perkembangan laporan LSM Gaven ke APH dan aparat penegak hukum lainnya, serta membuka ruang bagi semua pihak untuk memberikan klarifikasi.
(Red.)
